Beranda | Artikel
Cara Meng-qadha Shalat
Selasa, 7 Desember 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny

Cara Meng-qadha’ Shalat ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 02 Jumadal Awwal 1443 H / 6 Desember 2021 M.

Download kajian sebelumnya: Waktu Yang Tepat Untuk Meng-qadha’ Shalat

Kajian Fiqih Tentang Cara Meng-qadha’ Shalat

Apabila ada seseorang meng-qadha’ shalatnya karena suatu udzur (alasan yang dibenarkan oleh syariat). Bagaimana cara dia meng-qadha’ dari sisi jumlah rakaat dan sifatnya?

Misalnya ada orang meninggalkan shalat karena ketiduran saat dia sedang safar. Kemudian dia baru bisa meng-qadha’ ketika sudah sampai di rumah. Apakah dia meng-qadha’ dengan cara meng-qashar ataukah itmam (menyempurnakan). Karena pada asalnya ketika safar itu shalatnya diqashar, sedangkan ketika mukim maka seharusnya shalat secara sempurna.

Para ulama Rahimahumullahu Jami’an berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada yang mengatakan qadha’nya tatap dengan cara meng-qasharnya. Apabila shalatnya empat rakaat -karena shalat tersebut diwajibkan kepadanya ketika safar-, maka ketika qadha’ juga demikian ( walaupun keadaannya sudah mukim). Mereka mengatakan:

لأن القضاء يحكي الأداء

“Karena qadha’ itu menggantikan ada’nya.”

Maka seharusnya kalau memang asal kewajibannya dua rakaat, maka qadha’nya juga dua rakaat.

Pendapat kedua mengatakan bahwa dia harus shalat secara sempurna. Alasannya adalah karena keadaannya sekarang sudah mukim. Sedangkan sebelumnya adalah safar, karena safar itulah akhirnya dia mendapatkan keringanan. Sekarang penyebab keringanannya menjadi hilang, maka seharusnya kembali kepada hukum asalnya, yaitu menjalankan shalat dengan sempurna.

Ini adalah masalah yang tidak ada dalil khusus yang menjelaskannya, makanya para ulama berbeda pendapat. Wallahu ta’ala a’lam, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang kedua. Apabila seorang musafir ada shalatnya yang ketinggalan karena udzur, kemudian dia meng-qadha’nya ketika mukim, maka dia wajib shalat dalam keadaan sempurna.

Bagaimana kalau sebaliknya? Seseorang meninggalkan shalat karena udzur dalam keadaan mukim, kemudian setelah itu dia melakukan safar dan ingin meng-qadha’ shalatnya. Apakah dia meng-qadha’ shalat dalam keadaan meng-qashar ataukah menyempurnakannya?

Menit ke-14:21 Kalau yang diqadha’ adalah shalat yang diwajibkan saat mukim, maka dia harus menyempurnakannya walaupun meng-qadha’nya dalam keadaan safar. Adapun sebaliknya, kalau yang diqadha’ adalah shalat ketika dalam keadaan safar dan dia meng-qadha’ dalam keadaan mukim, maka dia harus shalat dalam keadaan sempurna.

Meng-qadha’ shalat sunnah rawatib

Menit ke-18:53 Apakah shalat sunnah rawatib yang tertinggal bisa diqadha’? Jawabannya boleh. Misalnya ada orang ketinggalan shalat sunnah rawatib sebelum subuh, maka boleh bagi orang yang seperti ini untuk meng-qadha’ shalat sunnah rawatibnya setelah shalat subuh. Hal ini sebagaimana pernah dilakukan oleh salah seorang sahabat dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengingkarinya.

Begitupula dengan shalat sunnah rawatib sebelum dzuhur, apabila tertinggal maka dibolehkan bagi dia untuk melakukannya setelah shalat dzuhur selesai.

Adzan dan iqamah pada shalat qadha’

Menit ke-21:28 Apakah tetap disunnahkan adzan dan iqamah ketika meng-qadha’ shalat? Jawabannya adalah iya tetap disunnahkan untuk adzan dan iqamah. Dalilnya adalah hadits Abu Qatadah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu yang mengisahkan tentang tertidurnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya dari shalat fajar sampai matahari terbit.

Di dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan kepada sahabat Bilal:

يا بِلالُ قُم فأذِّنِ النَّاسَ بالصَّلاةِ

“Berdirilah Wahai Bilal dan kumandangkan adzan untuk manusia agar mereka shalat.” (HR. Bukhari Muslim dan yang lainnya)

Maka dikumandangkan adzan, padahal ketika itu matahari sudah terbit.

Di dalam hadits Ibnu Mas’ud (dalam kisah yang sama) disebutkan:

فأمر بلالاً فأذَّن، ثم أقام فصلَّى بنا

“Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kepada Bilal untuk mengumandangkan adzan kemudian iqamah, kemudian setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat bersama kami.” (HR. Ahmad)

Ini menunjukkan bahwa ketika meng-qadha’ shalat wajib, kita tetap disunnahkan untuk adzan dan iqamah sebagaimana dulu dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Waktu-waktu yang dilarang shalat

Pendapat pertama mengatakan bahwa waktu yang dilarang shalat adalah:

  1. mulai setelah shalat subuh sampai matahari meninggi,
  2. ketika matahari benar-benar di tengah langit,
  3. setelah shalat ashar sampai terbenamnya matahari.

Pendapat kedua mengatakan ada lima waktu yang dilarang shalat, yaitu:

  1. dari setelah selesai shalat subuh sampai terbit matahari,
  2. dari terbit matahari sampai meninggi,
  3. ketika matahari benar-benar di pertengahan langit (yaitu sebelum waktu dzuhur),
  4. dari mulai setelah waktu ashar sampai matahari memerah,
  5. dari matahari memerah (ketika sudah dekat waktu terbenam) sampai terbenamnya matahari.

Sebenarnya dua pendapat ini tidak bertentangan. Karena yang mengatakan tiga waktu menyebutkannya secara global, sedangkan yang mengatakan lima waktu menyebutkannya secara lebih terperinci.

Simak dalil-dalilnya pada menit ke-27:38

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian Cara Meng-qadha’ Shalat


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51148-cara-meng-qadha-shalat/